Selasa, 31 Agustus 2010

MENGIKUTI ‘FAM TRIP’ MALAYSIA AIRLINES KE INDOCHINA (1)

Jebakan Maut Jadi Objek Wisata Menarik

Menunjukkan maket terowongan persembunyian gerilyawan Vietcong

TENTARA Amerika Serikat (AS) pasti dibuat pusing ketika menghadapi pejuang Vietcong selama Perang Vietnam pada tahun 1960-an. Bagaimana tidak? Mereka sudah disiapkan banyak jebakan maut ketika memasuki kawasan Cu Chi yang merupakan basis operasi Serangan Tet. Jika menginjak jebakan tersebut, pasti terjatuh dan tubuh mereka akan tercabik-cabik. Selain banyak jebakan, para pejuang Vietcong juga membuat bunker-bunker dan lorong/terowongan di bawah tanah yang panjangnya sekitar 120 km.
Linggis-linggis tajam siap menusuk siapa yang jatuh

Cu Chi merupakan area hutan sekitar 30-40 km dari kota Ho Chi Minh. Tempat itu kini menjadi salah satu objek wisata menarik di Vietman. Ketika wartawan KR mengikuti ‘Fam Trip’ atas undangan Malaysia Airlines bersama sejumlah tour leader di Yogya dan Surabaya, pada 28 Juli-1 Agustus lalu, bisa membayangkan bagaimana rasanya jika terperangkap jebakan tersebut. Juga sempat mencoba berjalan merangkak melewati lorong sempit bawah tanah. Meski hanya sekitar 10 meter, namun cukup membuat badan berkeringat.
Berbagai jebakan tersebut di tutupnya diberi rerumputan. Jenisnya sama dengan rumput yang ada di sekitarnya. Sehingga ketika dilihat seperti dataran tanah biasa. Tetapi begitu tutup terinjak akan njeplak dan penginjaknya akan terjun di dalamnya. Sementara itu di bawahnya sudah disiapkan besi-besi tajam dengan berbagai bentuk. Ada yang ditancapkan di kayu, ada juga yang ditata di besi. Bahkan yang cukup mengerikan ada jugangan yang dibawahnya ditancapkan besi-besi tajam yang siap menancap di tubuh korban.
”Kalau ada yang terjatuh, pasti langsung jadi seperti sate,” komentar Bambang Priambodo, Sales Rep Malaysia Airlines yang mengantar rombongan.

Nampang bersama manekin pejuang Vietcong
Kalau mengejar pejuang Vetkong, bisa jadi tiba-tiba buruannya menghilang, atau mungkin mendadak muncul menyerang. Ini bukan karena pejuang Vietkong ampuh sehingga bisa menghilang, tetapi ada sejumlah lubang yang bisa untuk sembunyi, sedang di atas tutupnya diberi sampah, sehingga ketika ditutupkan sulit dibedakan antara lubang dan tanah biasa. Para wisatawan boleh mencoba bersembunyi di lubang tersebut, tentu saja yang tubuhnya kecil. Di antara peserta Fam Trip yang mencoba lubang tersebut adalah Wenny Salim (Awen) dari PT Nusantara Tour dan Markus Ciputra L Santana (PT Nusa Santana Prima), keduanya dari Yogya.


Gerilyawan Vietcong membuat bambu runcing.

Mencoba terowongan, sebentar saja berkeringat.
Meski tentara AS menjatuhkan sejumlah bom di kawasan tersebut, namun keberadaan terowongan dan bunker tetap aman-aman saja, karena memang cukup kuat dan berlapis kedalamannya. Bom-bom yang dijatuhkan hanya membuat tanah seperti kubangan yang bisa disaksikan hingga saat ini. Sedang bagi yang ingin mencoba menembak, di sediakan kawasan tertentu disertai senapan. Tentu saja pelurunya haru membeli. Tak heran jika suara dar dor juga membahana di kawasan tersebut.
Kubangan bekas sasaran bom

Setelah menjelajahi arena bekas perang, para wisatawan disuguhi singkong atau ketela godok. Yang berbeda dengan di Indonesia, singkong tersebut dilengkapi kacang tanah yang sudah dihaluskan dan gula. Sebelum dimakan, singkon terlebih dahulu dicelupkan ke dalam kacang dan gula. Rasanya memang nikmat. (*)

Minggu, 22 Agustus 2010

Bersama Mas Thoriq dan Mas Chandra di Bandara Internasional Kualalumpur

Di sebuah tempat peribadatan di Vietnam
Bung Karno bersama Ho Chi Minh dan anak-anak Vietnam

Di depan Museum Perang Vietnam

Di depan Royal Palace Vietnam

Di depan patung Ho Chi Minh
Bentuknya unik, di atas pohon di belakang Royal Palace Vietnam

Di depan Windsor Hotel Vietnam

Sama-sama action

Di atas tank di Cu Chi Tunnels

Mencoba jalan tikus di Cu Chi Tunnels

Bersam manekin gerilyawan Vietcong

Meninggalkan Vietnam

Memasuki Kamboja

Menyeberangi Sungai Mekong

Di Cambodia Royal Palace

Mejeng bersama-sama

Foto Bung Karno di Cambodia Royal Palace

Di sebuah pasar di Kamboja

Di sebuah museum
Di Bandara Internasional Kamboja

Sabtu, 21 Agustus 2010

MENGIKUTI ‘FAM TRIP’ MALAYSIA AIRLINES KE INDOCHINA (2/HABIS)

Membayangkan Kekejaman Pol Pot di Museum Genosida
PEMIMPIN Khmer Merah Pol Pot memang benar-benar kejam, keji, bengis lalim, ataupun apapun sebutan lain bagi orang yang tidak berperi kemanusiaan. Pria bernama asli Saloth Sar ini selama menjabat sebagai Perdana Menteri Kamboja (1976-1979) telah membunuh jutaan rakyat tak berdosa, konon jumlahnya sampai sepertiga warga Kamboja. Membunuhnya tidak menggunakan senjata api, karena akan boros peluru, tetapi agar ngirit dengan cara menyiksa, sehingga korban akan mengalami penderitaan tak terperikan.
Gambaran kekejaman Pol Pot dan para pengikutnya bisa disaksikan di Genozide Museum atau Museum Genosida di Toul Sleng Prison Phnom Phen, Ibukota Kamboja. Waktu itu Pol Pot memang memerintahkan untuk membunuh dengan cara menyiksa para musuhnya, orang yang dianggap musuh atau yang tidak sejalan dengan doktrinnya. Mulai dari anak-anak, bahkan bayi masih merah sampai orangtua renta. Baik akademisi, guru, dokter, insinyur, petani, pengusaha, maupun berbagai macam profesi lainnya. Sejumlah alat penyiksaan juga dipajang di sana.
Ada sekitar 15.000 orang yang pernah ditahan di Tuol Sleng. Dari jumlah itu, tak lebih dari sepuluh orang yang selamat. Lainnya dibantai secara keji. Tempat ajang pembunuhan lainnya adalah yang disebut The Killing Field, namun tidak sempat penulis kunjungi.
Salah satu sudut Museum Genosida
Tempat yang diberi kota Penjara 21 ini berupa bangunan bertingkat tiga dengan model huruf ‘U’ yang awalnya merupakan lembaga pendidikan, sehingga bangunannya berupa lokal-lokal seperti kelas. Namun bangunan tampak kumuh dengan cat tembok yang sudah sangat usang.
Di tiap-tiap pintu masuk kamar terdapat gambar dan penjelasan dalam Bahasa Khmer. Tulisan tersebut meminta para pengunjung untuk tenang, tidak tertawa, dan bergurau guna menghormati arwah para tahanan yang pernah ditahan, disiksa dan dibantai di tempat itu.
Meski seperti kelas, jangan anda bayangkan di dalamnya ada meja-meja tempat belajar. Di bangunan sisi kiri, di tiap lokal terdapat tempat tidur besi. Di dekatnya ada besi, atau apa saja yang dijadikan alat untuk menyiksa orang. Di salah satu dindingnya terdapat foto besar manusia yang sedang terkapar setelah disiksa. Meski gambar tidak tajam, dan masih hitam putih, namun cukup menggambarkan kondisi korban.
Melihat tempat tidur tempat penyiksaan.
Foto korban penyiksaan.
Di ruang-ruang bagian tengah antara lain berisi foto-foto para tahanan. Mereka di foto sesaat usai dibantai saat proses interogasi. Dipajang juga foto istri salah seorang bekas menteri rezim Khmer Merah yang oleh Pol Pot dianggap telah mengkhianati dirinya. Di pangkuannya tampak bayi merah. Di belakang kepala perempuan itu sudah terpasang sebuah bor.
Baliho yang menggambarkan kekejaman
Melihat foto-foto para korban
Seorang ibu yang suaminya membelot dari Pol Pot menunggu nasib.
Ada juga almari berisi bekas pakaian dan baju para tahanan. Di sebelahnya ada beberapa ruang kelas yang diubah menjadi sel-sel sempit untuk perempuan. Sel-sel itu berukuran sekitar 1 M X 2 M dengan dinding batu bata merah disemen. Sebagian besar sel tanpa pintu, namun kaki para tahanan diikat dengan besi yang dicor dilantai. Tidak ada WC sehingga jika tahanan buang air diberi wadah kaleng kecil.
Gambar hamparan tengkorak para korban.
Bagian luar gedung ditutup anyaman kawat agar korban tidak lari.
Contoh benda-benda sebagai alat penyiksaan.
Gambaran kekejaman Pol Pot juga direkonstruksikan Vann Nath dalam lukisan yang di pajang di gedung sayap kanan. Vann Nath yang pernah ditahan merekonstruksikan kejadian sebenarnya berdasarkan apa yang dia lihat atau direkonstruksi berdasarkan apa yang dia dengar dari jeritan suara ibu-ibu, anak-anak dan bayi saat disiksa. Salah satu gambar memperlihatkan seorang ibu yang merayap di lantai dan meratap-ratap kepada penjaga agar bayinya yang direnggut darinya dikembalikan. Sedang sang penjaga sambil tertawa tidak menghiraukan.
Gambaran kekejaman dalam menyiksa
Melihat foto kalangan ulama saat berdoa
Bayi yang dilempar ke atas kemudian ditadahi bayonet
Lukisan lainnya menjelaskan nasib sang bayi. Dalam lukisan digambarkan bayi itu oleh penjaga dilempar ke atas dan saat tubuh bayi itu melayang turun disambut pisau bayonet. Di bawahnya juga tampak tumpukan mayat di pinggir kolam. Ada juga lukisan yang menggambarkan bayi itu dipegang kakinya, diputar-putar dan kemudian dihempaskan kepalanya ke pohon atau tembok.
Ada juga gambar yang menunjukkan seorang tahanan direndam dalam bak kayu dengan kedua tangan terikat dan posisi kepala di bawah. Kemudian, ke dalam bak air dialirkan listrik. Pasti tahanan tersebut kesakitan. Itu hanya sebagian dari cara Pol Pot menyiksa orang. (*)
Peta Kamboja yang disusun dengan hamparan tengkorak dan tulang manusia.